Menjelang pagi kami bergegas menuju desa Poma dengan menggunakan jasa ojek. Melalui jalanan terjal menyusuri bukit , pemandangan memukau sekaligus menguras adrenalin. Lengan saya kuat menggapit pinggang Yohanes, sang pengendara ojek. Seolah tak ingin terlontar jatuh ketika motor berusahan mendaki jalanan curam.
“Bagaiman jika musim hujan tiba?” tanya saya kepada Yohanes. Yohanes pun menjawab jika musim tiba, jalan hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki saja . Masyarakat sudah terbiasa berjalan kaki menuju Wolofeo, karena di sanalah satu-satunya pasar mingguan dan sekolah setingkat SLTP. Jadi tidak mengherankan jika pagi ini kami berpapasan dengan para Mama pergi ke pasar . Jalan ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana transportasi, tapi juga pendukung kegiatan ekonomi. Jika kondisi jalan rusak parah , terkadang masyarakat memperbaiki secara swadaya. Namun jika musim hujan datang timbunan tanah semi permanen akan hanyut terbawa air.
Ketika motor mendaki puncak. Saya memilih turun dari boncengan Yohanes dan berjalan. Meluruskan punggung sekaligus menikmati keindahan panorama. Berkali-kalo Rosi berteriak memanggil nama suami dan anak-anaknya. Ritual unik Rosi jika melihat tempat indah , h doa kepada Tuhan agar orang-orang yang dicintainya mendapatkan kesempatan melihat keindahan ini.
Sesampai di Poma kami berhenti di depan SD Inpres Detunaka. Bangunan sederhana dengan tiga ruang kelas dan satu ruang kepala sekolah berdiri menghadap jalan kecil. Beberapa anak melongok dari balik jendela kelas dan lainnya memandang kami dari balik pagar bambu di depan sekolah. Mereka mengira kami wisatawan mancanegara. Karena lokasinya yang sulit dijangkau, air terjun Murusobe lebih diminati wisatawan asing dibandingkan wisatawan domestik. Satu persatu murid yang ada di lapangan menghampiri lalu mengucapkan selamat pagi. Ketika mereka tahu kami bisa berbicara bahasa Indonesia, komunikasi terjalin makin akrab. Menawarkan rasa tegang setelah ber-off road ria di atas motor.
Trekking menuju air terjun menguras energi , menapaki jalan tanah dan meloncati bebatuan besar di atas sungai. Puncaknya meniti bilah bambu di atas sungai berarus deras. Jujur kami khawatir dengan kondisi tulang belakang Bu Herlina yang pernah cedera. Tapi semangat membuatnya bisa melewati tantangan ini.
Dua larik air terjun turun bebas menyusuri tebing setinggi 100 meter. Tak sia-sia melewati perjalanan panjang. Menceburkan diri ke dalam sendang di bawahnya. Dinginnya air menaburkan kebahagiaan , bagai anak kecil kami berteriak-teriak.
Tapi tiba-tiba Evi terduduk lemas di pinggir kolam. Kepanikan melanda, beberapa penduduk lokal menghubungkan kejadian ini dengan hal mistis. Dengan sigap Bu Herlina melakukan pertolongan pertama. Menaikan suhu badan dan membangkitkan kesadarannya. Bayangkan betapa sulitnya proses evakuasi melewati bilah bambu jika Evi pingsan.
Secara alami tubuh akan mengambil energi dari gula darah untuk melawan dingin. Tapi jika terjadi terus menerus dan suhu tubuh tidak naik maka kandungan gula di dalam darah akan turun. Akibatnya tubuh menjadi lemas dan korban bisa hilang kesadaran. Menghindari kondisi ini berlanjut pakaian basah dituker dengan pakaian kering. Lalu tubuh Evi dihangatkan dengan minyak gosok. Teh manis diminumkan agar kandungan gula di dalam darah meningkat cepat.
Satu jam kemudian Evi mulai pulih. Lega rasanya bisa melihatnya bangkit dan tersenyum. Saya dan El bisa bernapas lega. Perjalanan kali ini benar-benar menegangkan menguras energi fisik dan mental. Tapi kami tetap harus semangat karena perjalanan masih panjang. Bakal ada tantangan lebih besar menghadang di depan. Semangat!!!
Explore Timor-Flores 2012 (part 1): Tawaran Menggiurkan
Explore Timor-Flores 2012 (part 2): Dari Barat Ke Timur
Explore Timor-Flores 2012 (part 3): Sejengkal Waktu di Kupang
Explore Timor-Flores 2012 (part 4): Jejak Sasando
Explore Timor-Flores 2012 (part 5): Lintas Negara 12 Jam
Explore Timor-Flores 2012 (part 6): Jalan Tanpa Snappy
Explore Timor-Flores 2012 (part 7): Kampung Alor, Kampung KD
Explore Timor-Flores 2012 (part 8): Mengais Cinderamata Pasar Tais
Explore Timor-Flores 2012 (part 9): Sholat di Masjid An Nur
Explore Timor-Flores 2012 (part 10): Senyum Kunci Masuk Istana
Explore Timor-Flores 2012 (part 11): Nge-Mall di Timor Plasa
Explore Timor-Flores 2012 (part 12): Bonus Keindahan Di Cristo Rei
Explore Timor-Flores 2012 (part 13): Hampir Malam di Dili
Explore Timor-Flores 2012 (part 14): Rosalina Pulang
Explore Timor-Flores 2012 (part 15): Friend, Fotografi , Food
Explore Timor-Flores 2012 (part 16): Pantai Pertama Flores, Kajuwulu
Explore Timor-Flores 2012 (part 17): Kearifan Lokal Renggarasi
Explore Timor-Flores 2012 (part 18): Petualangan Mendebarkan, Murusobe
Explore Timor-Flores 2012 (part 19): Life Begin At Forty
Explore Timor-Flores 2012 (part 20): Clement on Kelimutu
Explore Timor-Flores 2012 (part 21): Kenangan Desa Wologai
Explore Timor-Flores 2012 (part 22): Green Green
Explore Timor-Flores 2012 (part 23): Riang Nga-Riung di Riung
Explore Timor-Flores 2012 (part 24): Hot dan Cold Trip
Explore Timor-Flores 2012 (part 25): Kampung Bena
Explore Timor-Flores 2012 (part 26 ): Ruteng, Sofi dan Pesta
Explore Timor-Flores 2012 (part 27 ): Lingko, Spiderweb Rice Field
Explore Timor-Flores 2012 (part 28 ): Dintor dan Ide Si Mami
Explore Timor-Flores 2012 (part 29 ): Firasat Wae Rebo
Explore Timor-Flores 2012 (part 30 ): Labuan Bajo Time
Explore Timor-Flores 2012 (part 31 ): Kanawa The Love Island
Explore Timor-Flores 2012 (part 32 ): Hopping S.O.S.
Explore Timor-Flores 2012 (part 33 ): Ini Komodo Bukan Omdo
Explore Timor-Flores 2012 (part 34 ): Caca Marica Pulau Rinca
Explore Timor-Flores 2012 (part 35 ): Drama Happy Ending
benar-benar bagus air terjunnya, coba kalau musim hujan sudah basah itu pakaian >.<
SukaSuka
wah kalo ujan pasti lebeih keren
SukaSuka